Eartquake Talk Volume 2 (EQ-Talk 2) dilaksanakan pada hari Jumat (17/07/2020) melalui zoom meeting dan live streaming di youtube Gempa ITB. EQ-Talk kali ini dibuka dengan welcoming remark dari Prof. Sri Widyantoro (PuSGeN/CEST-ITB) dan dimoderatori oleh Dr. Irwan Meilano (CEST-ITB/PuSGeN/IATsI). EQ talk 2 menghadirkan pembicara dari California Institute of Technology, yaitu Prof. Hiroo Kanamori yang merupakan seorang Profesor Emeritus dalam Geofisika yang telah memberikan kontribusi mendasar dalam pemahaman fisika gempabumi dan proses tektoniknya, termasuk studi tentang Tsunami Earthquakes.
Dalam welcoming remarks nya, Prof. Sri Widyantoro menyampaikan bahwa Prof. Hiroo Kanamori adalah orang yang tepat untuk menyampaikan bahasan EQ Talk 2 ini, yaitu ‘Tsunami earthquake: History and Recent Developments’. Adapun EQ Talk 2 ini dilaksanakan dalam rangka memperingati 14 tahun gempa bermagnitudo 7.7 di selatan Jawa yang memicu tsunami dengan tinggi rata-rata 6-8 meter di pesisir selatan Jawa Barat pada 17 Juli 2006 lalu.
Studi awal yang serupa dari kejadian 14 tahun yang lalu ini adalah pada Gempa Sanriku 1896 di Jepang, dimana hampir tidak terasa di pantai Sanriku, namun 30 menit kemudian menghasilkan tsunami sekitar 30 meter dan menewaskan 22.000 korban jiwa. dari kejadian ini, penelitian mulai berkembang. Tahun 1896 merupakan tahun dimulainya perkembangan ilmu modern, diantaranya teori sumber seismik, komputer, instrumentasi dan juga jaringan seismik. Dengan perkembangan ini menjadikan mekanisme, magnitude, dan juga sumber spektrumnya dapat di determinasi secara kuantitatif dan tepat.
Dari banyak kejadian yang sudah terjadi, Prof. Hiroo Kanamori menyampaikan sudah banyak progress yag berjalan, mulai dari science dan teknologi seperti seismology, GPS, ocean-bottom, instrumentasi, dan telemetri yang dapat membantu dalam pembuatan warning system. Namun terdapat tantangan yang dihadapi seperti adanya kejadian langka yang tak terduga dengan konsekuensi serius terutama untuk tsunami jarak dekat. Untuk keberlanjutan diperlukan upaya pendanaan jangka panjang. penggunaan jaringan pemantauan untuk sains. Misalnya, jaringan global untuk seismologi, dan DART untuk penelitian tsunami. Diperlukan juga studi kerentanan, perencanaan penggunaan lahan, strategi evakuasi, serta pendidikan dan latihan. Yang tak kalah penting disampaikan adalah perlunya kolaborasi erat antara tinjauan dan rekomendasi ilmuwan, insinyur, praktisi, dan pejabat pemerintah untuk kedepannya dalam menghadapi bencana ini.
Penulis: Tasya Millenia