EQ-Talk #5: Unique Challenges on Build Back Better for Community Resilience after the Palu Earthquake

 

(Dokumentasi EQ Talk 5)

Rabu (7/10/2020), Earthquake talk volume 5 dilakukan dalam rangka memperingati bulan pengurangan resiko bencana (PRB) dan 2 tahun pasca gempa Palu.  Pada kesempatan ini, EQ Talk ke 5 merupakan hasil kolaborasi antara BAPPENAS dan CEST PPMB ITB, yang bekerjasama dengan BNPB, Earthquake Engineering Research Institute (EERI), Pemerintah daerah Kota Palu, University Forum For Disaster Risk Reduction (FPT-PRB) dan U-INSPIRE. 

Pada opening remarks, Direktur Tata Ruang dan Penanganan Bencana BAPPENAS, Drs. Sumedi Andono Mulyo, MA, Ph.D. menyampaikan bahwa modal sosial, wanita dan pasar adalah hal penting dalam kegiatan post disaster recovery di Palu. Menurut Direktur Tata Ruang dan Penanganan Bencana BAPPENAS ini, kedepannya perlu untuk dilakukan kerjasama antara berbagai pihak seperti pemerintah pusat, pemerintah daerah, komunitas lokal, pelaku usaha, pihak Universitas, media, dan organisasi internasional sehingga dapat meningkat ketangguhan dalam menghadapi bencana. 

Setelah dilakukan opening remarks, EQ talk dilanjutkan dengan presentasi dari tim Earthquake Engineering Research Institute (EERI) yang membahas mengenai hasil temuan mereka di lapangan pada November 2019 setelah bencana Palu. Tim ini diketuai oleh Prof. Robert Olshansky, dan beranggotakan Dr. Kanako Iuchi,  dan Ghazala Naeem dari EERI, serta tim lokal yang terdiri dari tim BAPPENAS, PUSGEN,  CEST ITB, PUPR, UNTAD dan U-Inspire. Banyak hal menarik yang dapat di ulik dari bencana di Palu pada 28 September 2018 lalu. Tsunami, kegagalan lereng pantai, likuifaksi dan aliran longsor, tanah bergetar dan kerusakan yang parah akibat patahan yang pecah menjadi bencana yang bertubi-tubi. Disampaikan oleh Ghazala Naeem bahwa tujuan dari penelitian ini adalah untuk meninjau perpindahan penduduk pada jangka pendek dan rencana relokasi penduduk jangka panjang setelah bencana. Kemudian juga disampaikan bahwa terdapat konteks ketidakpastian ekstrim tentang risiko terjadinya kembali bencana ini di masa depan. EERI dengan itb dan bappenas terus melakukan kolaborasi dari kasus ini sehingga nanti akan di dapatkan kesimpulan akhir yang dapat bermanfaat.

Presentasi selanjutnya disampaikan oleh Dr. Suprayoga Hadi dari BAPPENAS. Beliau menyampaikan bahwa Concern yang sekarang dihadapi pada pemulihan pasca bencana ini cukup kompleks dan belum tuntas. Apakah rehabilitasi dan rekonstruksi sudah berjalan dengan baik?, Bagaimana recovery process nya?, bagaimana progress relokasi, bagaimana ketahanan masyarakat, pengungsi di huntara, Covid 19, serta adanya kemungkinan cluster pilkada adalah diantara concern yang sedang dihadapi. Ada 7 lesson learned yang harus diperhatikan dalam persiapan master plan yang disampaikan, yaitu, data, koordinasi, peta zona rawan bencana, perencanaan tata ruang, koordinasi lokal, programming, dan pemilihan tempat relokasi. Tantangannya adalah  pengaturan prioritas lokal, regulasi yang ada, masalah pemetaan, tata ruang dan lahan, serta penargetan tertunda. 

Presentasi terakhir disampaikan oleh Drs. Arfan, M.Si. selaku kepala BAPPEDA Kota Palu yang membahas mengenai kondisi real di lapangan pasca terjadi bencana. Pak Arfan menyampaikan bahwa berbagai upaya telah dilakukan berdasarkan data rencana untuk pemulihan rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana. Percepatan penanganan bencana Palu dilakukan di berbagai sektor, diantaranya, sektor pemukiman, infrastruktur,  sosial, ekonomi, dan lintas sektor seperti keamanan dan ketertiban. Permasalahan yang dihadapi adalah adanya perlawanan dari masyarakat yang merasa memiliki tanah di lokasi pembangunan Huntap II Kelurahan Tondo dan Huntap III kelurahan Talise. Kemudian lokasi Huntap I kelurahan Tondo yang sudah dibangun terkendala pada penyediaan air bersih dan saluran drainase. Penetapan produk hukum berupa ranperda RTRW kota Palu masih terkendala pada izin kementerian lingkungan hidup RI yang dimohon oleh pemerintah daerah sebagai ruang agrowisata dan ecotourism kota Palu. Terbatasnya anggaran untuk rehabilitasi, terbatasnya anggaran untuk pemulihan disektor ekonomi, serta terbatasnya anggaran untuk penanggulangan covid-19. 

Materi yang sudah disampaikan kemudian diberi tanggapan oleh tiga penanggap. Penanggap pertama adalah Dr. Irwan Meilano, selaku Dekan FITB/ Ketua CEST ITB yang menanggapi dari segi geoscience. Ketidakpastian yang berkembang menurutnya karena adanya ketidakpastian pada pendefinisian model gempa, model tsunami, serta tidak ada model mutli-hazard yang bisa menjelaskan apa yang sedang terjadi dan apa kemungkinan yang terjadi di masa depan. Kemudian, ketidakpastian dari peta rawan bencana juga terjadi karena kurangnya data pengamatan sehingga menjadikan lokasi ini merupakan zona kuning dan merah secara keseluruhan. Menurutnya, pembelajaran yang dapat diambil adalah perlunya tim peneliti pasca bencana secara masif dengan tujuan tertentu dan didukung oleh pemerintah pusat. Serta estimasi risiko bencana multi-bahaya secara cepat diperlukan untuk membantu tahap rehabilitasi dan rekonstruksi. 

Penanggap kedua adalah Dr. Dicky Pelupessy, selaku Ketua Kelompok Riset Intervensi Sosial & Krisis Fakultas Psikologi UI yang menanggapi dari sisi psikologi. Menurutnya, banyaknya ketidakpastian yang terjadi menyebabkan adanya perasaan tidak terlindungi dan tidak mendapat perlindungan. Fokus pada rekonstruksi yang dilakukan penting, namun yang lebih penting adalah mereka merasakan terlindungi, merasa hidup, serta adanya relasi sosial dan komunitas. Menurut Dicky berdasarkan aspek psikologi, yang dibangun bukan hanya rumah, namun ruang hidup dan adanya kenyamanan secara psikologis dan sosial yang dirasakan. 

Dan penanggap terakhir adalah Dr. Machfud Sidiq, yang menanggapi dari aspek kuangan dan pendanaan sebagai consultant Asian Depelovment Bank yang memberikan potret dan progress financing pos disaster untuk NTB dan Sulawesi Tengah. Beliau menyampaikan persoalan pertama pada aspek keuangan adalah akurasi data yang tidak konsisten dan mengakbatkan terjadinya kesulitan dari donasi baik dari dana hibah ataupun yang lainnya. Kelemahan data ini menurutnya karena kurangnya harmonisasi dan kolaborasi dari berbagai pihak. Hal ini harus di dukung oleh suatu ketentuan yang khusus, walaupun sudah ada harus dikembangkan dan diperbaiki dari waktu ke waktu. 

Acara EQ Talk 5 kali ini ditutup dengan Closing Remarks oleh Ir. Rifai MBA. selaku Deputi Rehabilitasi dan Rekonstruksi BNPB. Beliau menyampaikan bahwa kejadian lalu memberikan kita banyak pembelajaran, mulai dari gempa, tsunami dan likuifaksi yang terjadi. Pemerintah tentunya dengan sigap melakukan upaya strategis terutama recovery respond. SALAM TANGGUH!

Penulis: Tasya Millenia

Leave a Reply