EQ Talk 3: Tektonik Aktif, Deformasi Lempeng dan Kegempan di Indonesia

Sebaran Gempa di Daerah Indonesia (EQ Talk: 3 oleh Prof. Benyamin Sapiie, Ph.D.)

Jika berbicara mengenai Tektonik Lempeng, kita tidak bisa lepas dari teori Wegner pada tahun 1912 yang dikenal sebagai teori Continental Drift. Alfred Wegener mengajukan teori bahwa benua-benua pernah bergabung, dan seiring waktu telah terpisah. Reaksi terhadap teori Alfred Wegener memberi tahu kita banyak hal tentang cara kerja sains. Namun teori ini masih banyak ditolak oleh ilmuwan karena Wegner tidak mampu menjelaskan bagaimana mekanisme nya. Kemudian para ilmuwan mempelajari mengenai teori tektonik lempeng yang berhubungan dengan dinamika kulit terluar bumi yang merevolusi ilmu bumi dengan memberikan konteks yang seragam untuk memahami proses pembentukan gunung, gunung berapi, dan gempa bumi serta evolusi permukaan bumi dan merekonstruksi benua dan samudra. Batas lempeng berinteraksi satu sama lain dalam 3 cara utama, yaitu secara divergen, konvergen, dan transform yang berefek pada deformasi dari kerak yang ada. Pada batas lempeng yang divergen, lempeng-lempeng akan saling menarik satu sama lain. Batas lempeng konvergen, lempeng-lempeng akan saling mendorong pada masing-masing batasnya. Sedangkan pada batas lempeng transform, batas lempeng-lempeng akan saling bergeser melintasi satu sama lain. Lempeng yang mengalami deformasi ini disebut sebagai tektonik aktif. Akibat dari aktifitas lempeng ini, kita dapat mengenali dengan mudah mengenai lempeng benua dan samudera melalui topografi yang terbentuk. Sehingga, ketika gempa-gempa yang sudah terjadi di plot maka akan memetakan batas lempeng.  

Gempa bumi adalah gerakan tanah secara tiba-tiba yang melepaskan energi elastis yang tersimpan di batuan dan menghasilkan gelombang seismik. Gelombang elastis ini memancar keluar dari sumbernya dan menggetarkan tanah. Teori elastic ini dijelaskan pada elastic rebound theory yang merupakan hasil dari penelitian ahli geofisika Harry Fielding Reid setelah gempa bumi besar San Francisco tahun 1906. Pada teori ini menjelaskan bagaimana energi dilepaskan pada saat gempa bumi. Ketika kerak bumi berubah bentuk dan melampaui batas elastisnya, hal ini yang mengakibatkan patahan. Namun jika gerakan yang terjadi tidak melewati batas elastisnya, maka bebatuan itu akan kembali hampir ke bentuk aslinya. Teori ini juga dikuatkan dengan hokum hooke yang menjadi fundamental dalam deformasi elastis batuan. Hukum Hooke menyatakan regangan suatu bahan tanah berbanding lurus dengan tegangan yang diterapkan.

Dalam earthquake talks ke-3 yang diadakan oleh PUI-PT Sains dan Teknologi Kegempaan PPMB ITB, Prof. Benyamin Sapiie, Ph.D. menyampaikan bahwa tektonik di Indonesia sangat kompleks, hal ini karena merupakan titik pertemuan beberapa lempeng tektonik. Indonesia terletak di antara dua lempeng benua, yaitu Lempeng Eurasia dan Lempeng Australia serta di antara dua lempeng samudera, Lempeng Laut Filipina dan Lempeng Pasifik. Subduksi lempeng samudera Hindia di bawah lempeng benua Eurasia membentuk busur vulkanik di Indonesia bagian barat, yang merupakan salah satu daerah paling aktif secara seismik dengan sejarah panjang letusan dahsyat dan gempa bumi. Sehingga jika dilihat pada distribusi seismisitas yang ada di Indonesia, dari Sumatera hingga Papua merupakan daerah yang memiliki seismisitas aktif, kecuali daerah Kalimantan. Pergerakan lempeng Pasifik dan Australia mengendalikan tektonik di bagian timur Indonesia. 

Penulis: Tasya Millenia

Leave a Reply