Bagaimana Tantangan dan Solusi Membangun Rumah Tahan Gempa di Indonesia?

Oleh Profesor Iswandi Imran MA MSc. Guru Besar FTSL ITB. PusGeN. PUI PST Gempa ITB

“Gempa tidak membunuh, yang membunuh adalah kegagalan yang terjadi di bangunan. Gempa tidak membunuh, yang membunuh adalah ketidaktahuan kita terhadap apa yang ada di lingkungan sekitar.”

Kita mulai dari konsep dasar dalam pengurangan risiko pengelolaan gempa. Ada dua hal yang perlu kita kendalikan:

  1. Risiko
  2. Tata kelola Governance

Untuk diskusi di kesempatan kali ini kita akan membahas dari
hal risiko yang bisa dikerjakan setiap individu dari kita.

Kegempaan di Indonesia

Di EQ Talk sebelumnya sudah biasa melihat peta kejadian
gempa di Indonesia. Gambar diatas menunjukkan sejarah titik gempa yang pernah
terjadi di Indonesia. Terlihat Indonesia adalah tempat dengan kejadian gempa
yang sangat sering.

Lingkaran kecil besar menunjukkan magnitude gempa yang
terjadi. Warna menunjukkan sumber lokasi apakah dangkal atau dalam. Mau gak mau
kita harus memitigasi kalau bangun bangunan rumah Gedung dan lainnya.

Gambar diatas menunjukkan Peta Gempa SNI 2019 periode pendek
SS. Warna kuning sampai gelap dari risiko menengah dan tinggi. Jadi Kalimantan
jawa papua sudah sangat tinggi.

Dalam proses desain spektra, angka yang ada di gambar di
atas kita plotkan untuk membentuk spektrum desain. Kalau kita bicara rumah,
komponen yang kita ambil yaitu angka spektra maksimum. Si SNI terakhir, kita membagi
wilayah kegempaan kita menjadi 4:

  1. Sangat rendah dengan SDS < 0.167
  2. Sangat rendah dengan 0.167 < SDS < 0.330
  3. Sangat rendah dengan 0.330 < SDS < 0.500
  4. Sangat rendah dengan SDS > 0.500

Untuk bangunan yang rendah dan kaku V gempa = SDS x W dengan V adalah beban
lateral saat terjadi gempa, SDS
adalah parameter percepatan spektrum respons desain pada perioda pendek, dan W
adalah berat atau massa bangunan. Pendekatan paling masuk akal untuk
merancangan bangunan rumah tanpa gempa yaitu mengecilkan W itu. Agar kita lebih
mudah mengendalikan dan menahan beban lateral yang terjadi.

Contoh Keruntuhan Rumah akibat Gempa           

Banyak contoh dari keruntuhan rumah akibat gempa. Akan
didiskusikan dalam contoh yang ada di bawah.

Bangunan rumah ada banyak tipenya. Kegagalan rumah di
wilayah yang jauh dari kota, banyak bangunan dibangun tanpa kerangka penulangan
pengikat seperti kolom praktis. Kalau kena goncangan tidak mampu menahan gempa.
Kuat menahan tekan tapi mudah lumpuh terkana goncangan. Biasanya juga punya
atap yang berat.

Biasanya juga sudut diantara dua dinding tidak diberi elemen
pengikat. Biasanya hanya pakai pasangan bata doang. Apabila ada goncangan
menjadi sangat rawan roboh. Bisa dilihat di gambar di atas, bangunan rumah yang
ada memiliki atap yang sangat berat. Ada bagian dinding yang runtuh. Risiko bagi
penghuni karena cukup berat bahannya.

Kegagalan lain terlihat pada bangunan yang menggunakan kolom
arsitektural untuk penumpu kanopi. Harap diingat bahwa kolom arsitektural bukan
untuk menahan atau mendistribusikan beban. Kejadiian ini bahkan terjadi banyak
di wilayah kota. Kolom bulat pada gambar adalah kolom arsitektural. Hal
tersebut memiliki banyak konsekuensi karena hanya memiliki penulangan yang sangat
sedikit. Akibatnya kanopi bias kolaps.

Di tempat lain di temui banguanan yang menggunakan kanopi memakai
beton. Hal ini membuat beban menjadi sangat berat. Pada gambar diatas terlihat
kanopi terbuat dengan kantilever yang menumpu pada dinding, yang kadang kolom
praktis, yang kadang kolom struktural tapi angkurnya tidak cukup. Hal tersebut
bisa membuat kanopi itu bisa jatuh. Kanopi tersebut bisa tertimbul gaya inersia
tambahan. Sistem ini bisa gagal dan apabila tertimpa sesuatu bisa sangat
berbahaya.

Contoh lain yaitu hal tengtang kualitas. Pada gambar diatas
terlihat bahwa beton tidak tercor dengan baik. Tidak ada angkur antara pasangan
bata dan kolom. Ketika ada goncangan langsung terlihat terpisah, walau tidak
langsung runtuh. Tulangan cincing sengkangnya terlihat sangat renggang. Ini
sangat tidak sesuai standar dari KemenPUPR dan lainnya.

Pada gambar diatas tulangan balok itu harusnya ditanam
dengan baik di tulangan kolom. Yang biasa terjadi hanya menempel di bibir
kolom. Goncangan sedikit bisa menyebabkan system lepas. Terlihat juga ujung tulangan
balok tidak tertanam baik dengan bibir kolom. Hal ini sangat tidak sesuai
dengan standar.

Pendekatan Rancangan Rumah Tahan Gempa (RTG)

Kalau bicara struktur rumah tahan gempa maka objektif utama
adalah melindungi jiwa atau keselamatan penghuni (life safety). Termasuk
orang di sekitarnya.

Misal kalau kanopi jatuh, bisa ke jalan juga jatuhnya. Maka
harus diperhatikan dan dipertahankan elevasi lantai, atap, dan struktur harus
dipertahankan Ketika ada goncangan dan tidak boleh runtuh. Termasuk nanti kalau
ada elemen non struktural. Boleh kendor atau bergeser tapi tidak boleh runtuh.

Selama ini ada dua pendekatan:

  1. Berbasis kekuatan
  2. Berbasis fleksibilitas
  3. Kombinasi keduanya

Berbasis kekuatan

  1. Goncangan gempa harus dilawan dihadapi dengan
    kekuatan. Periode rumah itu pendek harus memperhatikan periode puncaknya.
  2. Menggunakan massa serendah mungkin. Ingat V
    gempa = SDS x W. Gunkan
    kolom, balok, dll seringan mungkin. Gaya inersia yang terjadi haruslah kecil.
  3. Menggunakan struktur kompak dan kuat menahan V.
    Tidak boleh terjadi lintasan gaya yang terdistribusi itu tidak lengkap dan
    terputus. Boleh pakai beton atau tembokan asalkan bisa kompak dan
    dikombinasikan dengan elemen ringan atapnya. Jangan gunakan atap beton
  4. Menggunakan material bangunan yang ringan, kuat,
    dan tough.

Berbasi fleksibilitas

Banyak diterapkan oleh nenek moyang kita di zaman dahulu.
Gempa itu diakomodasi. Bangunan lebih fleksibel perilakunya. Sesuai dengan
kearifan lokal.

  1. Elemen vertikal bangunan haruslah fleksibel.
  2. Mampu mengakomodasi goncangan gempa yang terjadi

Kombinasi keduanya

Kekuatan diberi. Fleksibilitas diberi juga.

Ada beberapa catatan dan strategi saat kita mengendalikan
gaya gempa yang harus ditahan elemen struktur:

  1. Menghindari penambahan massa yang tidak perlu.
    Seperti ornament yang berat, penutup atap yang berat, dan lainnya.
  2. Menggunakan layout struktur yang sederhana dan
    kompak. Bentuk persegi itu bagus. Menghindari layout yang nyeleneh dan
    menimbulkan torsi. Kalau di gempa kita harus sadar diri untuk tidak neko-neko.
    Kecuali dihitung dengan cermat dan biasanya mahal.
  3. Menghindari kolom tumbuh. Misal di bawah tidak
    ada kolom lalu di lantai atas ada kolom. Kejadian lain muncul kolom hilang. Di
    lantai bawah ada kolom, tiba-tiba di kolom atas kolom berpindah atau malah
    hilang.. Lintasan beban akan bermasalah. Akan ada diskontinuitas distribusi
    gempa.
  4. Perhatikan sambungan elemen non struktur pada
    elemen struktur.

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam membangun rumah
tahan gempa salah satunya isometrik bangungan untuk membuat satu kesatuan
bangunan yang kompak. Agar distribusi beban dapat berjalan dengan baik.

Sistem Struktur Bangunan Rumah di Indonesia

Ada beberapa sisstem struktur banguan rumah:

  1. Yang kurang dan tidak disarankan
  2. Yang disarankan

Yang kurang dan tidak disarankan:

  1. Tembokan dinding bata tanpa pengikat atau
    penguat
  2. Tembokan dengan pengikat atau penguat parsial
  3. Di kota besar ada unconfined unreinforced
    masonry (tembokan tanpa pengikat atau pengekang). Sistem bangunan yang terdiri
    dari susunan dinding tanpa elemen pengikat kuat dan kaku. Hanya bergantung pada
    sistem dinding dalam menahan gempa dan beban gravitasi.

Yang disarankan:

  1. Tembokan dengan pengkat penuh
  2. Sistem balok kolom dengan pengisi
  3. Balok kolom beton dan dinding pengisi penyekat
  4. Balok kolom kayu dan panel bamboo dengan
    penyekat
  5. Light steel frame plus panel pengisi
  6. Rumah panggung dan kayu, bamboo, dll
  7. Di kota ada confined masonry (tembokan dengan
    pengekang). Sistem bangunan dari dinding bata denga elemen pengikat berupa
    elemen rangka di keempat sisi dinding. Dinding bata dan elemen rangka saling
    menahan gempa gravitasi. Bergantung terhadap kinerja system pada luasan dinding
    yang diberi rangka pengikat
  8. Sistem rangka portal dengan dinding pengisi.
    Terdiri dari portal kaku sebagai elemen structural dan dinding bata sebagai
    elemen non structural. Bergantung pada rangkaian elemen portal untuk menahan
    gravitasi dan gempa.

Sistem balok kolom berdinding pengisi versus Confined Masonry

Sistem balok kolom nanti balok dan kolomnya di cor dulu baru
dinding pengisinya di pasang belakangan. Diharpkan sudah ada angkur yang
diapsang di portal dan dindingnya. Kalau Confined Masonry itu dindingnya
di pasang dahulu lalu baru portal dipasang. Biasanya akan lebih merekat antara dinding
dan portal. Diharapkan angkur akan bekerja dengan baik untuk semakin mengikat
keduanya sebagai satu system yang menyatu.

Dinding yang kita harapkan adalah bagian penting dari rumah
kita ternyata titik lemah dari bangunan kita. Kalau ada goncangan gampang
runtuh. Ada rule of thumb bagian dinding ini tidak boleh lebih dari 9m2. Kalau
ada lebih harus ada pengikat. Kalau ada bukaan seperti jendela kita harus
pasang lagi pengikat. Biar dinding yang lemah tadi ada pegangan. Maka
penggunaan angkur dan subsistem pengikat harus dipasang dengan baik. Kalau kita
terapkan konsisten harga rumah kita mungkin akan meningkat. Tapi apa boleh
buat. Perilakunya

Strategi Agar Struktur Bangunan Confined Mansory dan Balok Kolom
Pengisi Menjadi Tahan Gempa:

  1. Perkuatan dinding pada area bukaan (idealnya ada
    balok lintel, penggunaan rangka kusen yang kaku dan kuat, serta lainnya).
  2. Luasan dinding dalam subsistem pengikan
    disekililing dinding idealnya 9 maksimum 12 m2. Walau tergantung daerah gempa
    bangunan kita.
  3. Spasi kolom pengikat maksimum 4 m dan spasi
    balok pengikan maksimum 3 m.
  4. Penambahan kolom praktis pengikat di sudut
    pertemuan dinding yang berbeda bidang.
  5. Penambahan kolom pengikat di tepi bebas dinding.
  6. Dinding parapet yang sering dipasang diatas
    balok pengikat atas harusnlah diberi balok pengikat apabila tingginya > 300
    mm

Kedepan kita harus punya system yang bisa
dipertanggungjawabkan di setiap daerah titik gempa.

Ekemen perekat dinding haruslah lengkap. Apabila ada
goncangan tidak lepas seperti gambar diatas. Nanti bisa jatuh bisa melukai
orang sekitarnya dan timbul korban jiwa. Kalau kita lakukan secara konsisten
ikut standar bakal tidak terjadi kegagalan seperti ini.

Contoh Rumah Tradisional Rancangan Rumah Tahan Gempa (RTG) Kearifan Lokal

Beberapa contoh rumah tradisional yang beberapa memenuhi
kaidah rumah tahan gempa.

Rumah di Pengalengan Bandung ini terbuat dari bahan yang
cukup ringan dan fleksibel. Memenuhi kaidah dari bangunan tahan gempa.
Pondasinya hanya diletakkan di cor coran beton, maka dia fleksibel. Kalau ada
goncangan dia bergerak tapi tetap utuh. Tidak masalah. Nanti tinggal
dipindahkan Kembali di titik awal. Akan lebih baik kalau ada sokongan yang
menjaga biar tidak bebas bergerak pada batasannya.

Bangunan tipikal di sumbar juga baik. Sangat fleksibel dan
mengakomodasi gaya relattif komponen structuralnya. Semua bahannya ringan.
Biasanya hanya akan bergerak Ketika ada goncangan besar.

Banguan tipikal lain di Sumbar. Ringan dan cukup fleksibel.
Hanya terdiri dari panel bamboo dan metal ringan untuk atap. Tidak menimbulkan
banyak kerusakan. Hanya masalah non sruktutal saja.

Rumah joglo di Jawa memiliki kemiripan dengan yang
sebelumnya. Mengandalkan fleksibilitas dan ringannya bahan bangunan yang
digunakan. Namun ada bagian kritis di ikatan antar tiang kayu dan umpak di
bawah.

Dalam kejadian gempa missal gempa Yogyakarta 2006, beberapa
bangunan ini ada yang selamat namun juga ada yang soko gurunya lepas dari
umpaknya seperti contoh diatas untuk bagian kritis. Mungkin di masa depan harus
ada system pen untuk memegang soko gurunya dengan umpak.

Saat gempa Nias pada tahun 2005, satupun tidak ada rumah
tradisional Nias yang rusak saat gempa. Konsepnya sama, fleksibilitas Ketika
terkena goyangan dan ringannya bangunan.

Ada satu lagi yang perlu dikaji
yaitu Restorasibility yaitu kemampuan bangunan untuk Kembali ke bentuk
awalnya setelah goncangan. Akan baik sekali apabila kita bisa merancang system
seperti itu. Rumah tradisional Nias ini bisa menjadi suatu riset secara engineering
untuk perkembangan rumah tahan gempa di Indonesia.

Penutup

Pemerintah lewat KemenPUPR sebenarnya sudah membuat beberapa
pedoman rancangan bangunan rumah tahan gempa. Isinya berupa bagaiman secara
sederhana pondasi, kolom, balok, dan dinding di desain dengan mudah di
lapangan. Ada juga aturan standar bangunan menggunakan kayu dan lainnya.

Semoga dengan kita mengikuti standar yang ada dan konsisten
untuk disiplin mendesain dari perencnaan, akan membuat rumah dan bangunan kita
menjadi tahan dan resilien terhadap gempa. Semoga tidak ada lagi korban jiwa
karena kegagalan bangunan. Sekali lagi, gempa tidak membunuh, yang membunuh
adalah kegagalan bangunan. Gempa tidak membunuh, yang membunuh adalah
ketidaktahuan kita terhadap apa yang ada di lingkungan sekitar.

Catatan

Diringkas dari EQ-Talk #7: Bangunan
Rumah Tahan Gempa
kemudian di tulis oleh Reza Prama Arviandi. Intern Riset
Kegempaan dan Penulisan Artikel CEST ITB 2020.

 
 
 
 

Leave a Reply